Pemerintah Kabupaten Inhu, Minggu (5/1) menggelar peringatan peristiwa bersejarah agresi militer Belanda yang menewaskan 2.600 warga Rengat pada 5 Januari 1949. Peringatan ini ditandai dengan upacara dan peletakan karangan bunga di tugu pahlawan depan rumah dinas Bupati Inhu.
Selain itu, juga dilakukan tabur bunga di Sungai Indragiri yang menjadi saksi sejarah atas pembantaian yang dilakukan oleh pasukan Belanda terhadap warga Kota Rengat. Pada Sabtu (4/1) malam, Pemkab Inhu juga menggelar tahlilan dan doa bersama di pendopo rumah dinas Bupati Inhu.
Hadir pada kegiatan tahlilan dan doa bersama, Bupati Inhu H Yopi Arianto. Sedangkan bertindak sebagai inspektur upacara pada peringatan hari bersejarah tersebut, Wakil Bupati Inhu H Harman Harmaini. Turut hadir pada peringatan tersebut Nani Tureja Tulus yang merupakan anak sulung Bupati Indragiri Tulus, salah satu korban pembantaian peristiwa 5 Januari 1949. Selain Nani Tureja Tulus, salah satu anak Bupati Tulus adalah penyair Indonesia Chairil Anwar.
Nani Tureja Tulus menceritakan bahwa fakta sejarah mengungkapkan bahwa orang tuanya yang waktu itu menjabat sebagai Bupati Indragiri bersama Sekda Indragiri Simatupang ditembak mati oleh tentara Belanda, tepat pada tanggal 5 Januari 1949.
Bupati Tulus dan Sekda ditembak saat pulang dari kantor menuju rumah dinasnya. Bupati Tulus menerima pesan yang mengatakan dirumah dinas ada tamu. Setiba dirumah, Letnan TNI Darmawi Ahmad mengajak Bupati Tulus untuk lari karena ada tentara Belanda yang melakukan penyerangan.
“Masih teringat oleh saya, sampai saat ini usia saya sudah 75 tahun, kalau papa dengan tegas mengatakan kepada Letnan Darmawi Ahmad kalau dirinya tidak akan lari sebab sudah diatur dalam perjanjian konferensi jenewa kalau sipil tidak boleh ditembak dalam perang. Silahkan anda lari sebab anda tentara bisa ditembak sedangkan saya sipil,” ujar Nani mencontohkan kalimat yang disampaikan ayahnya.
Pembunuhan Bupati Indragiri bersama sekda tersebut dilakukan serempak tepat di depan rumah dinas Bupati Indragiri yang saat ini masih difungsikan sebagai rumah dinas Bupati Inhu. Pembantaian Bupati dan Sekda tersebut disaksikan langsung oleh anak kandung Sekda Simatupang. Sebab sebelum ditembak, anak Sekda Simatupang dipanggil dan disuruh menyaksikan.
“Kalau papamu (Bupati Tulus) ditembak dari arah belakang, kemudian tersungkur. Sedangkan ayah saya di tembak dari arah depan. Jenazahnya kemudian dilempar ke Sungai Indragiri,” kata Nani tureja menirukan perkataan anak Sekda Simatupang yang disampaikan kepadanya. Saat peristiwa itu Nani masih berusia 10 tahun dan disuruh bersembunyi di gudang. Ia hanya mendengar suara tembakan.
Nani mengungkapkan bahwa pembantaian masyarakat Indragiri pada 5 Januari 1949 merupakan bentuk pelanggaran terhadap konferensi Jenewa dan masuk dalam kategori penjahat perang, sehingga Pemerintah Indonesia khususnya Indragiri sangat dirugikan dan perlu mendapatkan rasa keadilan dari Pemerintah Belanda. “Pemerintah Belanda harus membayar mahal atas kejadian itu. Saya ingat betul saat itu, ikan-ikan di sungai Indragiri ketika dibelah perutnya banyak terdapat tulang tangan dan tulang kaki manusia,” ceritanya sedih.
Ditempat yang sama, Wakil Bupati Inhu H Harman Harmaini mengungkapkan bahwa peristiwa 5 Januari 1949 dapat dijadikan pelajaran sekaligus dapat diambil nilai-nilai patriotik agar rasa kebangsaan dan rasa kebersamaan terus terpupuk untuk cinta dan membela negara.
Wabup juga mengungkapkan agar catatan-catatan sejarah seperti yang di sampaikan Nani Tureja Tulus bisa dikumpulkan dan dijadikan referensi untuk melengkapi sejarah 5 Januari 1949 yang rasanya pernah di bukukan. “Sejarah 5 Januari 1949 di Indragiri Rengat ini bisa jadikan mata pelajaran di sekolah,” ucapnya.
Kedepanya Wabup juga menyatakan bahwa Kabupaten Indragiri Hilir dan Kabupaten Kuantan Singingi yang bagian dari Indragiri saat peristiwa 5 Januari 1949 akan di undang untuk ikut memperingatinya. “Mungkin kita akan buat surat atau pemberitahuan secara pemerintahan kepada Kabupaten Inhil dan Kuansing tentang peringatan 5 Januari,” jelas Wabup.
Selain itu, juga dilakukan tabur bunga di Sungai Indragiri yang menjadi saksi sejarah atas pembantaian yang dilakukan oleh pasukan Belanda terhadap warga Kota Rengat. Pada Sabtu (4/1) malam, Pemkab Inhu juga menggelar tahlilan dan doa bersama di pendopo rumah dinas Bupati Inhu.
Hadir pada kegiatan tahlilan dan doa bersama, Bupati Inhu H Yopi Arianto. Sedangkan bertindak sebagai inspektur upacara pada peringatan hari bersejarah tersebut, Wakil Bupati Inhu H Harman Harmaini. Turut hadir pada peringatan tersebut Nani Tureja Tulus yang merupakan anak sulung Bupati Indragiri Tulus, salah satu korban pembantaian peristiwa 5 Januari 1949. Selain Nani Tureja Tulus, salah satu anak Bupati Tulus adalah penyair Indonesia Chairil Anwar.
Nani Tureja Tulus menceritakan bahwa fakta sejarah mengungkapkan bahwa orang tuanya yang waktu itu menjabat sebagai Bupati Indragiri bersama Sekda Indragiri Simatupang ditembak mati oleh tentara Belanda, tepat pada tanggal 5 Januari 1949.
Bupati Tulus dan Sekda ditembak saat pulang dari kantor menuju rumah dinasnya. Bupati Tulus menerima pesan yang mengatakan dirumah dinas ada tamu. Setiba dirumah, Letnan TNI Darmawi Ahmad mengajak Bupati Tulus untuk lari karena ada tentara Belanda yang melakukan penyerangan.
“Masih teringat oleh saya, sampai saat ini usia saya sudah 75 tahun, kalau papa dengan tegas mengatakan kepada Letnan Darmawi Ahmad kalau dirinya tidak akan lari sebab sudah diatur dalam perjanjian konferensi jenewa kalau sipil tidak boleh ditembak dalam perang. Silahkan anda lari sebab anda tentara bisa ditembak sedangkan saya sipil,” ujar Nani mencontohkan kalimat yang disampaikan ayahnya.
Pembunuhan Bupati Indragiri bersama sekda tersebut dilakukan serempak tepat di depan rumah dinas Bupati Indragiri yang saat ini masih difungsikan sebagai rumah dinas Bupati Inhu. Pembantaian Bupati dan Sekda tersebut disaksikan langsung oleh anak kandung Sekda Simatupang. Sebab sebelum ditembak, anak Sekda Simatupang dipanggil dan disuruh menyaksikan.
“Kalau papamu (Bupati Tulus) ditembak dari arah belakang, kemudian tersungkur. Sedangkan ayah saya di tembak dari arah depan. Jenazahnya kemudian dilempar ke Sungai Indragiri,” kata Nani tureja menirukan perkataan anak Sekda Simatupang yang disampaikan kepadanya. Saat peristiwa itu Nani masih berusia 10 tahun dan disuruh bersembunyi di gudang. Ia hanya mendengar suara tembakan.
Nani mengungkapkan bahwa pembantaian masyarakat Indragiri pada 5 Januari 1949 merupakan bentuk pelanggaran terhadap konferensi Jenewa dan masuk dalam kategori penjahat perang, sehingga Pemerintah Indonesia khususnya Indragiri sangat dirugikan dan perlu mendapatkan rasa keadilan dari Pemerintah Belanda. “Pemerintah Belanda harus membayar mahal atas kejadian itu. Saya ingat betul saat itu, ikan-ikan di sungai Indragiri ketika dibelah perutnya banyak terdapat tulang tangan dan tulang kaki manusia,” ceritanya sedih.
Ditempat yang sama, Wakil Bupati Inhu H Harman Harmaini mengungkapkan bahwa peristiwa 5 Januari 1949 dapat dijadikan pelajaran sekaligus dapat diambil nilai-nilai patriotik agar rasa kebangsaan dan rasa kebersamaan terus terpupuk untuk cinta dan membela negara.
Wabup juga mengungkapkan agar catatan-catatan sejarah seperti yang di sampaikan Nani Tureja Tulus bisa dikumpulkan dan dijadikan referensi untuk melengkapi sejarah 5 Januari 1949 yang rasanya pernah di bukukan. “Sejarah 5 Januari 1949 di Indragiri Rengat ini bisa jadikan mata pelajaran di sekolah,” ucapnya.
Kedepanya Wabup juga menyatakan bahwa Kabupaten Indragiri Hilir dan Kabupaten Kuantan Singingi yang bagian dari Indragiri saat peristiwa 5 Januari 1949 akan di undang untuk ikut memperingatinya. “Mungkin kita akan buat surat atau pemberitahuan secara pemerintahan kepada Kabupaten Inhil dan Kuansing tentang peringatan 5 Januari,” jelas Wabup.
Post a Comment
Redaksi menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan. Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim (baca Disclaimer). Pembaca juga dapat melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA.